Thursday, December 1, 2011

PENGECUT .................!

Begitulah ungkapan yang banyak keluar untuk banyak penyelenggaraan kompetisi, lomba-lomba,  penjurian, seleksi, dan penjaringan bakat yang ada  di Negara ini. Semuanya ingin maju, semuanya ingin menang, semuanya ingin dikenal sebagai juara walaupun itu hanya pada tingkat bawah. Namun tidak banyak yang bisa mengakui kekalahan dan kekurangan mereka; mereka tahu lawan mereka sebenarnya lebih baik dari mereka, namun mereka tetap berusaha untuk menghancurkan rival mereka tersebut dengan berbagai cara.  
Tidak terhitung banyaknya bibit-bibit unggul yang berasal dari lingkungan biasa-biasa saja atau bersekolah di tempat yang tidak pernah diunggulkan yang dengan biadab disingkirkan demi mengemukakan mereka yang berasal dari lingkungan yang terorganisir atau sudah punya nama, atau sekolah-sekolah favorit.
“Kan malu sekolah favorit tak bisa memajukan peserta didiknya  untuk suatu lomba, masa anak yang berasal dari sekolah di udik yang harus maju; kan malu kalau anak-anak klub bisa diambil tempatnya oleh anak-anak kampung yang main bolanya cuma di tengah sawah yang habis dipanen; segan kita sama Bupati anu dia sudah mengeluarkan uang banyak untuk membayar kita untuk melatih kontingen asal daerahnya, kita kasih menang aja anak-anak yang kita training itu, lagi pula kalau kita menang – kita nanti kan bisa dapat bonus dari dia sebagaimana yang dijanjikan kalau kontingan asal daerahnya bisa menang.” Begitulah kira-kira sejemput alasan dari para pengecut ini untuk menghancurkan prestasi anak bangsa ini dimata dunia.
Ada juga kejadian, dalam satu seleksi lomba antar lembaga, salah seorang pembina ngotot untuk memasukkan seorang anak kedalam sebuah ajang yang akan diadakan, dan demi masuknya anak tersebut ke dalam tim, dia layaknya seorang pengecut menyingkirkan seorang peserta lain yang kualitasnya jauh lebih baik dari anak yang dia jagokan dengan alasan yang dibuat-buat. Selidik punya selidik, ternyata yang dijagokannya tersebut adalah anak asuhnya di sanggar yang dibinanya. Dan setelah jagoannya tersebut turun ke gelanggang, dia dengan mudah bisa dikalahkan oleh lawan.
Dalam hal sistim penyelenggaraan sebuah even perlombaan, tindakan kecurangan sering dilakukan oleh tuan rumah yang menyelenggarakan lomba dimana mereka juga ikut ambil bagian didalamnya sebagai peserta lomba; mereka yang merencanakan semua mata lomba; mereka yang menjadi panitia pada setiap lomba; mereka yang membuat peraturan; mereka yang menentukan dan mencari juri; muaranya jelas, mereka akan menciptakan intrik-intrik kotor untuk bisa disebut sebagai juara umum.
Panitia atau juri yang dilibatkan dalam lomba-lomba yang penuh dengan kecurangan diatas adalah pihak pertama yang harus ditonjok sebagai dalang utama tindak kecurangan ini; banyak aset-aset potensial bangsa yang akhirnya terpinggirkan demi nafsu dan ego mereka. Walaupun untuk kedepannya, fakta selalu menjadi bukti ; biasanya orang-orang yang mereka coba untuk jegal tetap akan bisa berhasil dan itu tidaklah lewat tangan mereka yang memiliki jiwa yang picik. Memalukan sekali....!
Betapa memalukan, demi semua tindak penipuan seperti yang terpapar diatas, mereka dengan biadabnya meletakkan keobjektifan penilaian mereka untuk mendapatkan yang terbaik dibawah pantat mereka dan menjunjung tinggi semua tindak kecurangan yang mereka lakukan demi meloloskan para pecundang yang mereka bina atau latih. Celakanya, mereka pun sebenarnya tahu kalau orang-orang yang mereka jagokan tidak akan mampu bersaing pada tingkatan yang lebih tinggi; namun atas nama prestise, sekedar untuk memperlihatkan kepada khalayak kalau merekalah yang akhirnya yang menjadi sosok yang mewakili asal domisili atau tempat kerja mereka untuk lomba yang mereka gadang-gadangkan.
Bangsa ini sebenarnya memiliki potensi dahsyat di segala bidang, namun karena banyaknya sistim rekrutmen dan seleksi yang  jelek, banyak bibit yang sebenarnya pantas menjadi harapan bangsa untuk mengharumkan nama Indonesia di mata dunia terpinggirkan; teraniaya akibat perbuatan mereka. Dan, akibatnya jelas, bangsa yang besar ini, pada ajang-ajang lomba yang bertaraf internasional seringkali bisa dikalahkan dengan mudah oleh bangsa yang luas wilayahnya tidak lebih besar dari sebuah kabupaten yang ada di dalam negara ini. Itu semua adalah buah dari usaha pengecut rakus yang sekaligus merupakan  penghianat bangsa ini dalam menghancurkan prestasi Indonesia di mata dunia.
Seharusnya bangsa ini memiliki banyak juara sejati di berbagai bidang yang diakui kemampuannya oleh semua kalangan, termasuk dunia, namun hanya segelintir yang bisa mengemuka karena sangat banyaknya manusia-manusia bobrok yang duduk pada pengambil keputusan yang melakukan tindakan-tindakan memalukan diatas yang pada akhirnya sangat merugikan semua bangsa ini.
Jangan pernah menyebut anak-anak brilliant yang potensial seperti yang sudah terpapar sejak awal tulisan ini tidak punya jiwa nasionalisme jika suatu ketika kelebihan yang ada pada diri mereka justru lebih dihargai dan diperhatikan oleh bangsa lain, dibina oleh bangsa itu, dan mungkin juga mereka diajak untuk menjadi warga negara tersebut dikarenakan kelebihan  yang mereka miliki; karena mereka pun punya hak untuk maju dan dihargai oleh orang lain secara layak, walaupun pada akhirnya semua itu mereka peroleh dari bangsa lain, bukan dari bangsa mereka sendiri; karena orang-orang yang mereka harapkan ditengah-tengah bangsa mereka untuk mengangkat harkat dan martabat pribadi mereka karena prestasi yang dengan cerah akan mereka ukir dimasa depan, justru menghancurkan dan menyingkirkan mereka karena nafsu serakah. Yang akan terjadi pada tahapan selanjutnya, jelas, mereka akan mengalahkan bangsa mereka sendiri di ajang tingkat dunia; dan mereka berdiri dengan memegang bendera bangsa lain. Jangan sebut mereka sebagai penghianat, orang-orang yang menyingkirkan mereka itulah yang penghianat besar, manusia munafik.
Cukup rumit memang untuk memberantas kecurangan-kecurangan dalam praktek-praktek seperti yang jabarkan diatas, karena semuanya justru berurat dan berakar dari bawah; sehingga ketika sampai kepada tingkat nasional kita cuma bisa mendapatkan segelintir potensi yang tersisa yang bisa diandalkan. Kita sebenarnya bisa berbuat jauh lebih baik dari itu. Karena dengan jumlah penduduk yang sudah mencapai bilangan 250 juta jiwa, seharusnya kita punya sistim seleksi, penjaringan bakat, dan penjurian pada lomba-lomba yang betul-betul objektif. Kalau kita ambil bilangan 10% saja, seharusnya kita punya 25 juta penduduk berprestasi yang bisa diandalkan untuk banyak kompetisi disegala bidang; pendidikan, olahraga, seni, politik, karir, dan lain sebagainya.
Apalah gunanya kita memikirkan strategi ini dan itu untuk membina prestasi anak bangsa ini jika bibit-bibit potensial yang seharusnya maju dan mengharumkan nama bangsa ini disingkirkan hanya demi uang, prestise, kolusi dan nepotisme oleh penghianat besar diatas; mereka yang seharusnya diharapkan berada pada garda depan untuk menjadi pengarah jalan buat semua bibit potensial yang sesuai dengan bidang mereka, justru bahu-membahu untuk menghancurkan anak-anak bangsa mereka sendiri.
 Harus ada sistim yang bisa diterapkan untuk merobah semua ini. Kita bukan bangsa yang lemah, kita sebenarnya adalah bangsa yang kuat. Harus ada usaha untuk menghentikan manusia-manusia picik dan licik diatas.

Payakumbuh,  1 Desember 2011
                        5 Muharram 1433